Topik soal HAM atau hak asasi manusia adalah topik yang tidak akan pernah lekang oleh waktu dan selalu relevan. Perkembangan HAM di Indonesia terus berlanjut seiring dengan perkembangan peradaban manusia, bahkan di era modern dan digital saat ini.
Apa Itu HAM?
Secara garis besar, pengertian HAM adalah hak yang sudah dimiliki serta melekat sejak lahir pada setiap manusia. Artinya, semua manusia sudah memiliki hak-hak tertentu sejak ia lahir, tanpa memandang apa suku, ras, agama, atau atribut-atribut lainnya. Dengan demikian, HAM merupakan hak yang melekat pada manusia sebagai manusia itu sendiri. Oleh karena itu, HAM harus dihormati serta dijunjung oleh setiap orang.
Sejarah dan Perkembangan HAM
Sejarah dan perkembangan HAM tidak akan pernah lepas dari sejarah manusia. Meski demikian, HAM sendiri terlebih dahulu disuarakan oleh bangsa Eropa, atau yang dulu lebih dikenal sebagai dunia barat (west world). Cukup wajar, mengingat Eropa adalah rumah bagi para intelektual modern, termasuk para pemikir, filsuf, dan ilmuwan.
Secara garis besar, sejarah perkembangan HAM didunia ditandai oleh 3 (tiga) peristiwa penting dalam sejarah manusia:
1. Magna Charta Liberium – atau yang lebih dikenal dengan nama Magna Charta saja (Inggris, 1215).
2. Revolusi Amerika (1776).
3. Revolusi Prancis (1789).
Di samping ketiga peristiwa tersebut, masih ada sederet peristiwa lainnya yang terjadi di penjuru dunia. Contohnya Habeas Corpus Act (Inggris, 1679), Bill of Rights (1789), African Charter on Human and People Rights (1981), Cairo Declaration on Human Rights in Islam (1990), Deklarasi Wina (1993), dan Deklarasi Bangkok (1993).
Sejarah dan Perkembangan HAM di Indonesia
Seperti yang sudah Anda ketahui, Indonesia adalah sebuah negara dengan bangsa yang majemuk. Artinya, bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, ras, budaya, hingga agama yang berbeda-beda. Meski demikian, perbedaan tersebut bukanlah untuk membedakan seorang individu dengan individu lainnya, maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya.
HAM di Indonesia telah ditekankan pula di dalam Pancasila sebagai dasar negara, mulai dari Sila Pertama hingga Sila Kelima. Tak hanya itu saja, HAM juga telah lebih dulu dirumuskan di dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang kemudian dijelaskan secara lebih merinci pada batang tubuh, di mana batang tubuh adalah hukum dasar negara Republik Indonesia. Tepatnya pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), dan Pasal 31 ayat (1).
Bagir Manan (Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia, 2001) menjelaskan bahwa perkembangan HAM di Indonesia sendiri dapat dibagi ke dalam 2 (dua) periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode setelah kemerdekaan. Berikut penjelasannya.
1. Periode sebelum kemerdekaan.
Terdapat dua peristiwa utama yang menunjukkan upaya pemenuhan HAM di Indonesia pada periode ini, yaitu:
1. Pembentukan dan pergerakan Boedi Oetomo menunjukkan adanya kesadaran untuk berserikat (berkumpul) dan untuk mengeluarkan pendapat. Di samping itu, gerakan perhimpunan Indonesia yang satu ini juga berfokus pada hak yang dimiliki setiap orang untuk menentukan nasibnya sendiri.
2. Pembentukan dan pergerakan Syarikat Islam menunjukkan adanya fokus pada upaya dalam memperoleh penghidupan yang layak, serta bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial.
Tak hanya itu saja, masih ada lagi beberapa organisasi lainnya yang turut bergerak dengan landasan prinsip HAM. Contohnya Partai Nasional Indonesia, yang fokus pada hak untuk meraih kemerdekaan.
Pada periode ini, pemikiran mengenai HAM pun dibahas di dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo pada satu pihak, dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lainnya. Perdebatan di antara kedua pihak tersebut berkaitan dengan hak persamaan kedudukan di hadapan hukum, hak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak untuk berkumpul, hak berserikat, serta hak untuk berpendapat secara lisan maupun tertulis.
2. Periode setelah kemerdekaan.
Pada periode ini, perkembangan HAM berkaitan dengan pembelaan hak untuk merdeka, hak untuk berserikat lewat organisasi politik, dan hak untuk berpendapat, terutama di parlemen. Di sini, terdapat semangat kuat untuk menegakkan HAM, meskipun terlihat adanya kemunduran pada periode awal 1970-an hingga akhir 1980-an. Hal tersebut disebabkan karakteristik pemerintahan Orde Baru (Orba) yang defensif dan represif, yang ditunjukkan lewat produk hukum restriktif terkait dengan isu HAM. Baca juga peran Indonesia dalam perdamaian dunia untuk referensi lebih lanjut.
Pembatasan HAM – ditambah dengan isu sosial, ekonomi, dan politik lainnya – lantas mendorong lahirnya Komisi Nasional HAM (Komnas HAM). Meskipun sempat diragukan, Komnas HAM tetap mampu bertahan, termasuk melewati periode pergantian dari Zaman Orba ke Era Reformasi. Perkembangan HAM di Indonesia pasca Orba dan Reformasi pun ditunjukkan lewat amandemen UUD 1945 serta perubahan berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih memprioritaskan HAM.