Biografi Sayuti Melik, Sang Pahlawan Pengetik Naskah Proklamasi

Dalam sejarah pembuatan naskah proklamasi, Anda pasti mengetahui tentang Sayuti Melik. Ya, salah satu pahlawan yang memiliki andil dalam proklamasi ini sering muncul di buku sejarah karena jasanya mengetik teks proklamasi. Yang mana, pada saat itu, penggunaan mesin tik masih terbatas dan orang yang menggunakannya pun tidak begitu banyak.

Kehadiran Sayuti Melik dalam membuat naskah proklamasi memberikan kemudahan bagi bangsa Indonesia yang saat itu sedang merencanakan pengambil alihan kekuasaan. Ketika Jepang menyerah pada sekutu di Perang Dunia II, terjadi kekosongan kekuasaan yang membuat Indonesia tidak dikendalikan oleh penjajah manapun.

Sehingga, menjelang 18 Agustus, para tokoh bangsa ambil peran dalam proklamasi termasuk Sayuti Melik. Dipilih menjadi orang kepercayaan Soekarno dan tokoh lain dalam mengetik proklamasi, Sayuti Melik memiliki latar belakang dan rekam sejarah yang erat kaitannya dengan dunia jurnalistik. Berikut beberapa hal yang dapat Anda ketahui dari Sayuti Melik.

Berasal dari Yogyakarta

Lahir pada tanggal 22 November 1908 di Sleman, Sayuti mengenyam pendidikannya di salah satu desa di Sleman, Yogyakarta. Ia kemudian melanjutkan studinya hingga mendapatkan ijazah. Sedari kecil, Sayuti sudah dibekali pendidikan nasionalisme oleh ayahnya yang seorang kepala desa di zaman penjajahan Hindia Belanda.

Tanah milik keluarganya digunakan untuk tembakau. Padahal, menurut Abdul Mu’in atau Partowipto yang merupakan ayah Sayuti, lahan seharusnya digunakan sesuai dengan keinginan pemiliknya. Dari situlah, Sayuti mulai belajar bagaimana kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang mencekik keluarga dan juga bangsanya.

Saat bersekolah di Solo, Sayuti memiliki ketertarikan untuk mempelajari sejarah dari H.A. Zurink, seorang guru berkebangsaan Belanda. Dari sekolahnya pun, ia kenal dengan Kiai Misbach, seorang ulama yang memberikan pandangan tentang Marxisme sebagai ideologi pada Sayuti.

Aktif Mengkritik Pemerintah Hindia Belanda

Lewat pemikirannya yang diterjemahkan menjadi tulisan, Sayuti menentang kebijakan-kebijakan Belanda yang tidak masuk akal. Terutama ketika Belanda menganggap bahwa komunisme merupakan musuh seluruh umat, Sayuti menentang keras pendapat Belanda. Pada tahun 1926, ia ditangkap oleh Belanda karena dituding membantu PKI.

Belum sampai ditangkap di Boven Digul, Sayuti kembali ditangkap di Inggris dan menahan diri di balik jeruji besi Singapura. Setelah dilepaskan dari penjara di Singapura, ia kemudian ditangkap kembali dan dimasukkan di Sel Gang Tengah tahun 1937 sampai 1938.

Mendirikan Koran Pesat di Semarang

Selepas keluar masuk penjara, Sayuti bertemu dengan SK Trimurti dan mengikuti berbagai kegiatan. Keduanya merasa cocok dan melangsungkan pernikahan pada tanggal 19 Juli 1983. Di tahun yang sama, Sayuti bersama istrinya mendirikan Koran Pesat di Semarang. Isi Koran Pesat tidak jauh berbeda dengan tulisan Sayuti yang tetap pada mengkritik Belanda.

Karena keterbatasan finansial, Sayuti dan Trimurti mengurusi keperluan koran mulai dari redaksi sampai distribusi. Namun selang beberapa tahun, keduanya secara bergiliran ditangkap Belanda karena tulisan yang menurut Belanda memprovokasi keributan. Tak sampai situ, Jepang pun juga melarang penjualan Koran Pesat saat masa pendudukannya.

Masuk Menjadi Anggota PPKI

Sayuti merupakan anggota PPKI yang tidak diketahui oleh Jepang pada awal bergabung. Hal itu dilakukan semata-mata untuk menaruh keterwakilan pemuda pada rencana-rencana kemerdekaan Indonesia. Walaupun saat itu, tentunya Jepang menganggap Indonesia seperti merencanakan hal lain dari apa yang disepakati dengan Jepang.

Bagian dari Peristiwa Rengasdengklok

Sayuti termasuk salah satu dari kelompok Menteng 31, yaitu kelompok pemuda yang menculik Soekarno ke Rengasdengklok untuk mendesak kemerdekaan. Saat itu, kabar kekalahan Jepang sudah tersiar karena bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima.

Tanpa pikir lama, Sayuti dengan teman-temannya menculik Soekarno dan Hatta agar tidak terpengaruh oleh Jepang. Menteng 31 menganggap bahwa Jepang sudah menyerah dan sudah saatnya Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.

Pada 18 Agustus 1945, akhirnya Soekarno resmi menyatakan bahwa Indonesia merdeka dan lepas dari jajahan Jepang. Sayuti juga merupakan pihak yang mengganti kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama Bangsa Indonesia”.

Sempat Ditangkap Setelah Proklamasi

Pada masa pemerintahan Menteri Mr. Amir Syarifudin, Sayuti sempat ditangkap karena terkait dengan peristiwa 3 Juli 1946 yang merupakan peristiwa percobaan kudeta oleh Persatuan Perjuangan.

Namun, Sayuti dinyatakan bersalah dan karirnya berlanjut di politik dengan mewakili Golkar. Sayuti juga menjadi Wakil Cendekiawan. Pada tahun 1977, ia berhasil menjadi anggota DPR/MPR lewat partainya.

Karena jasanya dalam mengetik naskah proklamasi, bangsa Indonesia dapat merasakan kemerdekaan hingga saat ini. Sekarang, naskah yang diketik Sayuti Melik tersimpan di Monumen Nasional. Bukti bahwa Indonesia pernah mengalami masa perjuangan yang begitu berliku-liku.

Disamping itu, Sayuti Melik juga merupakan seorang jurnalis yang teguh berpendirian. Kecintaannya pada menulis dan berpikir kritis membuatnya ditahan berkali-kali oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kami berharap semoga artikel tentang biografi Sayuti Melik ini dapat memberikan manfaat bagi Anda.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *